Wednesday, January 24, 2007

Hope and Pain

"Makanya . . . jangan berharap terlalu banyak pada orang lain, nanti malah sakit sendiri". Begitu kata orang saat kita di kecewakan temen.
Disini terlihat korelasi yang sangat jelas antara sebuah harapan dan sebuah kekecewaan, ketika harapan terlalu besar maka akan berimplikasi pada kekecewaan besar juga jika tidak terpenuhinya harapan itu, demikian juga jika harapan kecil maka kemungkinan kecewapun mungkin kan kecil, begitulah mungkin analogi nya.
"Jadi kita tidak boleh terlalu berharap sama orang lain dong?"
Ya kira kira begitulah.
Analogi lain neh, jika kita tidak punya cukup harapan ke orang lain maka mungkin tidak pernah ada hubungan yang mungkin dijalin, karena sebuah "harapan" adalah salah stu unsur utama dalam hidup ini, lebih tepatnya "Cinta, Iman dan Pengharapan", demikian ku pernah baca dari buku bijak.
Apabila pengharapan sudah tidak ada dalam jiwa ini, maka sebenarnya selesai sudah hidup kita, karna yang tinggal hanyalah daging yang bergerak dan berbicara.
Dengan harapan maka ada sebuah alasan untuk membuka mata besok pagi, ada tujuan untuk melangkahkan kaki, dan mungkin ada niat untuk tetep bertahan saat gagal.
"Terus bagaimana dengan kekecewaan dan pedihnya hati?".
Kekecewaan terjadi karena kita belum siap untuk melihat sebuah kenyataan, kenyataan kadang terbalik dengan harapan. Hati kita terkejut saat semua menjadi tak sama, dan harapanpun berubah jadi fantasi dini.
"Jadi bagaimana seharusnya, kamu akan tetap terus berharap?".
Sebuah pengharapan harus selalu ada, dan aku ingin sekali meletakan harapan ini kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Aku lakukan itu karena aku merasa dia adalah penting di mataku dan aku percaya dia juga mampu.
"Lantas bagaimana dengan hatimu?".
Hati ini memang lemah, mudah tersakiti dan pendendam akan segera berhamburan menjadi kepingan dan beranak pinak kesedihan yang berkepanjangan, tetapi ku yakin disaat hati ini tersakiti, sebuah harapan baru pun akan tumbuh, yaitu harapan akan sebuah kesembuhan.
"Nah . . . Sekarang kamu jadi orang sakit!"
Mungkin aku orang sakit, sangat sakit tapi itu lebih mending daripada menjadi orang mati.
"Siapa yang mati?".
Mereka yang tidak berani memiliki sebuah pengharapan karena takut akan sakit hati adalah orang yang siap mati.
"Siapkah kamu mati?"
Aku belom siap untuk mengakhiri hidup ini, oleh karena itu aku mencoba untuk tetap berharap.

Thursday, January 18, 2007

Pangkuan terakhir

Waktu aku kecil ku pernah lihat teman saya memangku jenazah bapaknya waktu dimandikan, waktu itu aku berpikir, “Kalo ku jadi dia pasti ku gak akan kuat melakukannya, memangku dia yang kita cintai seumur hidup, tergeletak tak bernyawa”, hanya kesedihan dalam benak sembari berharap ku tak harus melewati hal sepilu itu suatu saat.
Tahun demi tahun berlalu dan atas kehendakNyalah bapak kami harus mendahului kami meninggalkan dunia fana ini, saat itu sebagai seorang putra adalah sebuah kewajiban terakhir
untuk berbakti pada orang tua dengan memangku jenazah bapaknya saat disucikan/dimandikan.
Jam 4 pagi, ku teguhkan hati ini untuk melaksanakan sembah bakti terakhirku pada Bapak yang telah memangkuku dari bayi, “Ya Tuhanku, betapa berat peran ini, terlalu berat buat lengan-lengan kecil ini, tetapi kalo ini jalanku kukan lakukan sampai tuntas”. Saat itu ku bahkan tak menangis sama sekali perasaanku dingin, sedingin air yang ikut membasahi kaki kakiku, bajuku ikut tersiram air wangi bunga, diiringi dengan semakin dingin dan kaku tubuh renta yang terbujur begitu damai.
Tubuh manusia sekekar apapun akan seketika itu lunglai jika harus memangku dia yang dikasihi terbujur lemas tak bernyawa dan siapapun itu pastilah dia memiliki hati yang kuat, hati yang cukup kuat untuk mengarungi sisa hidup ini.
Bertahun tahun ku bertanya "Kenapa Tuhan membiarkan aku melewati hal seberat itu?", tetapi belakangan aku mengerti kenapa kadang manusia harus memangku penderitaan yang begitu berat, jawab DIA, "Aku juga seperti kamu!".

Monday, January 15, 2007

Saat Pemerintah kita beli Mie Kocok?

Malam itu aku sama temen2 kos mampir ke burjo di daerah UPN sehabis plg ngegame jam 2an malem. Sang bartender (baca:pelayan), menghampiri kami dan bertanya, "Mie Kocok, mas?pake telor?", kejadian itulah yg terbayang ketika ku membaca berita tentang MOU pemerintah RI dengan Microsoft (baca:Miekocok), yg isinya pemerintah RI akan membeli licency untuk Microsoft Windows (baca:Mikocok Wedhus), dan Microsoft Office (baca:Mikocok Opis),
"Pemerintah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Microsoft pada 14 November 2006 dengan dalih untuk melegalkan software yang ada di seluruh departemen dan instansi pemerintah. Ditandatangani Menkominfo Sofyan Djalil dan Presiden Microsoft Asia Tenggara Chris Atkinson (Adeknya Rowan Atkinson bukan yah?hehehhe), pemerintah dikabarkan sepakat membeli 35.496 lisensi Windows dan 177.480 lisensi Office, yang pembayaran pertamanya jatuh tempo paling lambat 30 Juni 2007.
Menurut hitung-hitungan akademisi dan penggiat open source, I Made Wiryana, dana yang harus dikucurkan pemerintah sesuai dengan harga lisensi selama tiga tahun mencapai sekitar US$ 145 juta ( $ 1 = Rp 9116, sumber detikcom). Hal itu dirasa sangat besar bagi pengeluaran negara, yang notabene merupakan uang rakyat." (sumber : Detik.com).

Ngomong2 soal Mikocok lagi neh, mmm enak juga loh kalo dimakan pas kelaparan jam 2 malem dingin2 plus duit cuman ada cemban, just perfect! tetapi kalo menurut pribadi ku seh, pemerintah tepat sekali kalo mo beli Mikocok yang resmi walau harganya jauh bila dibanding dengan Mikocok dekat UPN.jadi inget lagi pas kantorku dulu goes to open source, dimana tenaga admin dan marketing kami mendadak dangdut eh dongkol, karena si Linux" ternyata sangat tidak mudah dipahami apalagi disayangi.

Mungkin ini beberapa masalah yg terjadi :
  1. Linux tidak mudah dipake oleh orang awam (walaupun dah biasa pegang compi windows).
  2. Tidak semua software di windows ada padanannya di Linux.
  3. Open Office tidak secanggih Mikocok Office so pada kecewa.
  4. Format file pada Open Office bila dibuka di Mikocok Office malah ambyar.
  5. Selalu bermasalah pada printer yang gak respon dll.

Solusi yang pernah kita lakukan:
  1. Adanya pelatihan menggunakan Linux merk "xxx", pade gak dateng buang2 waktu ajah.
  2. Banyak aplikasi images editor, serta elektronic circuit design gak ada versi open nya, terpaksa dual boot (win + Linux) dalam satu compi, dan mesti bolak balik kaya setrika getuh kerjanya, gak efisien sama sekali dan belajar software baru merupakan pemborosan waktu besar besaran ditambah banyak masalah yg gak terselesaikan menghasilkan capaian kerja yang sangat kontra produktif.
  3. Open Office tidak ramah dengan Mikocok Office padahal klien kita masih pake Windows otomatis pas proposal bisnis di buka di Compi mereka "byaaaaaaarrr", wooo gak profesional bikin draft proposal ajah acak acakan gene (padahal masalah pada kompatibilitasnya) dan kita yg disalah salahin, lagi2 kerjaan gak efisien!
  4. Yang namanya printer dah di instal dan re instal dan bla bla bla, tep ajah cuman mo ngeprint ajah repotnyaaaa boookkk, akhirnya kalo mo print pindahin ke compi yang ada Windowsnya nah pas di buka di windows ambyarrrr kan? kebayang deh !!!!

Akhirnya gak ampe 3 bulan, kita kembali ke selera asal makan Mie kocok lagi, 3 bulan dalam kesengsaraan kini selesai sudah, keletihan fisik dan waktu yg terbuang tidak setara dengan pengiritan yg dicapai dengan adanya open source, segudang kekecewaan pun dilayangkan ke technical suport kami yang telah mengalami keletihan fisik akibat setiap hari harus instal, setting dan maintenace Linux di kantor yang gak kunjung selesai, tetep cemangat broooo!!
setelah kembali ke Windows maka kehidupan kami tenteram dan damai dan sejahtera kerja jadi lebih cepat.
O iyah lupa, perusahaan kami adalah perusahaan IT yg notabene sarang para penyamun eh ahli komputer maksute sorry yah, dimana hidup kita memang software banget dan didukung Technical suport yg jempolan juga Kebayang kan bila ini terjadi di kantor non IT yg awam dengan dunia compi dan tidak memiliki TS sendiri, ato ini terjadi di kantor pemerintah sekala nasional bisa bisa selesai deh negara ini!
Kalo aku sendiri bila Windows ku ganti Linux, gimana? gampang se ku bisa jadi kuli bangunan dan ikut membangun kota Bantul ku yg luluh lantak karna gempa, karena sudah pasti software2 ku gak ada di Linux, kalopun ada padanannya itu lebih merupakan TTS (Teka Teki Silang) dari pada disebut software!
Wokey GO GO GOverment Mikocok is the Best !!!